" DIBUTUHKAN TAPI DITENTANG "

Ironis sekali itulah kalimat yang bisa saya katakan, siapa yang tidak kenal dengan PLTN, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Akhir-akhir ini menjadi topik yang banyak dibicarakan apalagi ditambah dengan kebutuhan energi listrik yang masih belum memadai dan merata di seluruh wilayah Indonesia semakin mendorong untuk memanfaatkan nuklir sebagai alternatif pembangkit listrik. Sebelum kita mengatakan IYA untuk PLTN ataupun TIDAK untuk PLTN ada baik nya kita harus mengerti dulu apa itu PLTN dan bagaimana cara kerjannya, disini saya akan mencoba mejelaskan sedikit tentang PLTN yang saya dapat dari artikel – artikel yang saya kumpulkan, lagsung aja ya. . . .

Di samping sebagai senjata pamungkas yang dahsyat, sejak lama orang telah memikirkan bagaimana cara memanfaatkan tenaga nuklir untuk kesejahteraan umat manusia. Sampai saat ini tenaga nuklir, khususnya zat radioaktif telah dipergunakan secara luas dalam berbagai bidang antara lain bidang industri, kesehatan, pertanian, peternakan, sterilisasi produk farmasi dan alat kedokteran, pengawetan bahan makanan, bidang hidrologi, yang merupakan aplikasi teknik nuklir untuk non energi. Salah satu pemanfaatan teknik nuklir dalam bidang energi saat ini sudah berkembang dan dimanfaatkan secara besar-besaran dalam bentuk Pembangkit Listrik Tenaga nuklir (PLTN), dimana tenaga nuklir digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik yang relatif murah, aman dan tidak mencemari lingkungan.

Pemanfaatan tenaga nuklir dalam bentuk PLTN mulai dikembangkan secara komersial sejak tahun 1954. Pada waktu itu di Rusia (USSR), dibangun dan dioperasikan satu unit PLTN air ringan bertekanan tinggi (VVER = PWR) yang setahun kemudian mencapai daya 5 Mwe. Pada tahun 1956 di Inggris dikembangkan PLTN jenis Gas Cooled Reactor (GCR + Reaktor berpendingin gas) dengan daya 100 Mwe. Jumlah total PLTN di seluruh dunia saat ini ada 439 unit reaktor yang beroperasi di 31 negara. Dari 31 negara itu didominasi oleh US, Prancis, dan Jepang.

Perbedaan Pembangkit Listrik Konvensional (PLK) dengan PLTN

Dalam pembangkit listrik konvensional, air diuapkan di dalam suatu ketel melalui pembakaran bahan fosil (minyak, batubara dan gas). Uang yang dihasilkan dialirkan ke turbin uap yang akan bergerak apabila ada tekanan uap. Perputaran turbin selanjutnya digunakan untuk menggerakkan generator, sehingga akan dihasilkan tenaga listrik. Pembangkit listrik dengan bahan bakar batubara, minyak dan gas mempunyai potensi yang dapat menimbulkan dampak lingkungan dan masalah transportasi bahanbakar dari tambang menuju lokasi pembangkitan. Dampak lingkungan akibat pembakaran bahan fosil tersebut dapat berupa CO2 (karbon dioksida), SO2 (sulfur dioksida) dan NOx (nitrogen oksida), serta debu yang mengandung logam berat. Kekhawatiran terbesar dalam pembangkit listrik dengan bahan bakar fosil adalah dapat menimbulkan hujan asam dan peningkatan pemanasan global.

PLTN beroperasi dengan prinsip yang sama seperti PLK, hanya panas yang digunakan untuk menghasilkan uap tidak dihasilkan dari pembakaran bahan fosil, tetapi dihasilkan dari reaksi pembelahan inti bahan fisil (uranium) dalam suatu reaktor nuklir. tenaga panas tersebut digunakan untuk membangkitkan uap di dalam sistem pembangkit uap ( Steam Generator) dan selanjutnya sama seperti pada PLK, uap digunakan untuk menggerakkan turbingenerator sebagai pembangkit tenaga listrik. Sebagai pemindah panas biasa digunakan air yang disirkulasikan secara terus menerus selama PLTN beroperasi. 

Proses pembangkitan listrik ini tidak membebaskan asap atau debu yang mengandung logam berat yang dibuang ke lingkungan atau melepaskan partikel yang berbahaya seperti CO2, SO2, NOx ke lingkungan, sehingga PLTN ini merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian PLTN adalah berupa elemen bakar bekas dalam bentuk padat. Elemen bakar bekas ini untuk sementara bisa disimpan di lokasi PLTN sebelum dilakukan penyimpanan secara lestari.

Tenaga nuklir atau tenaga atom ini diproduksi dari reaksi nuklir terkontrol (non –eksplosive), tepatnya reaksi pembelahan inti untuk memanaskan air yang menghasilkan uap ( steam) yang kemudian uap ini digunakan untuk menghasilkan listrik. Bahan bakar yang digunakan dalam PLTN adalah unsur-unsur radioaktif seperti Uranium (235U, 233U), Plutonium (239Pu), maupun enriched tri-uranium okta-oksida (U3O8). Reaksi pembelahan inti dihasilkan dengan menembakkan neutron pada unsur-unsur radioaktif menjadi menjadi dua bagian inti atom lain atau lebih disertai dengan energi kinetik (yang dikenal dengan energi produk pembelahan) dan melepaskan radiasi sinar gamma dan neutron bebas. Neutron-neutron yang dihasilkan selanjutnya di serap oleh inti-inti atom lainnya membentuk lebih banyak proses pembelahan lainnya dan melepaskan neutron lagi, begitu seterusnya. Sebagai contoh reaksi pembelahan pada uranium seperti yang dilaporkan Hand dan Strassman pada tahun 1939, penembakan U-239 dengan neutron lambat memecah atom Uranium menjadi Barium,lanthanum, cerium dan juga unsure-unsur lain dari golongan tengah Sistem periodik unsur yang lebih stabil dari U-235 yang original. Selain itu juga dihasilkan hasil samping neutron dan energi.

235U + 10n ==> (Ba, La, Ce, etc.) + 10n + ENERGI
 238U + 1n ==> 239Pu + 2 0e
 
239Pu + 1n ==> 147Ba + 90Sr + 3 1n
 
Ditemukan bahwa 0,2 amu ( atomic mass unit) peratom diubah menjadi energi. Kalau dihitung-hitung sebanding dengan 2,5 juta kalinya energi batu bara. Reaksi atom berantai dapat dikendalikan dengan menggunakan racun neutron dan pengaturan neutron untuk mengubah porsi neutron yang akan terus menyebabkan reaksi fisi berlebih. Reaktor nuklir umumnya memiliki sistem otomatis dan manual untuk menghentikan reaksi fisi jika kondisi tidak aman terdeteksi.

Radiasi dan Hasil Belahan

Fragmen-fragmen yang diproduksi selama reaksi pembelahan inti disebut hasil belahan, yang kebanyakan berupa atom-atom radioaktif seperti xenon-133, kripton-85 dan iodium-131. Zat radioaktif ini meluruh menjadi atom lain dengan memancarkan radiasi alpha, beta, gamma atau neutron. Selama proses peluruhan, radiasi yang dipancarkan dapat diserap oleh bahan-bahan lain yang berada di dalam reaktor, sehingga energi yang dilepaskan berubah menjadi panas. Panas ini disebut panas peluruhan yang akan terus diproduksi walaupun reaktor berhenti beroperasi. Oleh karena itu reaktor dilengkapi dengan suatu sistem pembuangan panas peluruhan. Selain hasil belahan, dalam reaktor dihasilkan pula bahan radioaktif lain sebagai hasil aktivitas neutron. Bahan radioaktif ini terjadi karena bahan-bahan lain yang berada di dalam reaktor (seperti kelongsongan atau bahan struktur) menangkap neutron sehingga berubah menjadi unsur lain yang bersifat radioaktif.

Radioaktif adalah sumber utama timbulnya bahaya dari suatu PLTN, oleh karena itu semua sistem pengamanan PLTN ditujukan untuk mencegah atau menghalangi terlepasnya zat radioaktif ke lingkungan dengan aktivitas yang melampaui nilai batas ambang yang diizinkanmenurut peraturan yang berlaku.

Keselamatan Nuklir

Berbagai usaha pengamanan dilakukan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat, para pekerja reaktor dan lingkungan PLTN. Usaha ini dilakukan untuk menjamin agar radioaktif yang dihasilkan reaktor nuklir tidak terlepas ke lingkungan baik selama operasi maupun jika terjadi kecelakaan.  Tindakan protektif dilakukan untuk menjamin agar PLTN dapat dihentikan dengan aman setiap waktu jika diinginkan dan dapat tetap dipertahanan dalam keadaan aman, yakni memperoleh pendinginan yang cukup. Untyuk ini panas peluruhan yang dihasilkan harus dibuang dari teras reaktor, karena dapat menimbulkan bahaya akibat pemanasan lebih pada reaktor.

 Keselamatan terpasang  
Keselamatan terpasang dirancang berdasarkan sifat-sifat alamiah air dan uranium. Bila suhu dalam teras reaktor naik, jumlah neutron yang tidak tertangkap maupun yang tidak mengalami proses perlambatan akan bertambah, sehingga reaksi pembelahan berkurang. Akibatnya panas yang dihasilkan juga berkurang. Sifat ini akan menjamin bahwa teras reaktor tidak akan rusak walaupun sistem kendali gagal beroperasi.

Penghalang Ganda
PLTN mempunyai sistem pengaman yang ketat dan berlapis-lapis, sehingga kemungkinan terjadi kecelakaan maupun akibat yang ditimbulkannya sangat kecil. Sebagai contoh, zat radioaktif yang dihasilkan selama reaksi pembelahan inti uranium sebagian besar (> 99%) akan tetap tersimpan di dalam matriks bahan bakar, yang berfungsi sebagai penghalang pertama.

Selama operasi maupun jika terjadi kecelakaan, kelongsongan bahan bakar akan berperan sebagai penghalang kedua untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif tersebut keluar kelongsongan. Dalam hal zat radioaktif masih dapat keluar dari dalam kelongsongan, masih ada penghalang ketiga yaitu sistem pendingin. Lepas dari sistem pendingin, masih ada penghalang keempat berupa bejana tekan dibuat dari bajadengan tebal ± 20 cm. Penghalang kelima adalah perisai beton dengan tebal 1,5-2 m. Bila zat radioaktif itu masih ada yang lolos dari perisai beton, masih ada penghalang keenam, yaitu sistem pengungkung yang terdiri dari pelat baja setebal ± 7 cm dan beton setebal 1,5-2 m yang kedap udara. 

Jadi selama operasi atau jika terjadi kecelakaan, zat radioaktif benar-benar tersimpan dalam reaktor dan tidak dilepaskan ke lingkungan. Kalaupun masih ada zat radioaktif yang terlepas jumlahnya sudah sangat diperkecil sehingga dampaknya terhadap lingkungan tidak berarti.  


Pertahanan Berlapis
Disain keselamatan suatu PLTN menganut falsah pertahanan berlapis (defence in depth). Pertahanan berlapis ini meliputi : lapisan keselamatan pertama, PLTN dirancang, dibangun dan dioperasikan sesuai dengan ketentuan yang sangat ketat, mutu yang tinggi dan teknologi mutakhir; lapis keselamatan kedua, PLTN dilengkapi dengan sistem pengaman/keselamatan yang digunakan untuk mencegah dan mengatasi akibat-aibat dari kecelakaan yang mungkin dapat terjadi selama umur PLTN dan lapis keselamatan ketiga, PLTN dilengkapi dengan sistem pengamanan tambahan, yang dapat diperkirakan dapat terjadi pada suatu PLTN. Namun demikian kecelakaan tersebut kemungkinan terjadinya sedemikian sehingga tidak akan pernah terjadi selama umur operasi PLTN.

Limbah Radioaktif

Selama operasi PLTN, pencemaran yang disebabkan oleh zat radioaktif terhadap linkungan dapat dikatakan tidak ada. Air laut atau sungai yang dipergunakan untuk membawa panas dari kondesnsor sama sekali tidak mengandung zat radioaktif, karena tidak bercampur dengan air pendingin yang bersirkulasi di dalam reaktor.  Gas radioaktif yang dapat keluar dari sistem reaktor tetap terkungkung di dalam sistem pengungkung PLTN dan sudah melalui sistem ventilasi dengan filter yang berlapis-lapis. Gas yang dilepas melalui cerobong aktivitasnya sangat kecil (sekitar 2 milicurie/tahun), sehingga tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan.

Pada PLTN sebagian besar limbah yang dihasilkan adalah limbah aktivitas rendah (70 – 80%). Sedangkan limbah aktivitas tinggi dihasilkan pada proses daur ulang elemen bakar nuklir bekas, sehingga apabila elemen bakar bekasnya tidak didaur ulang, limbah aktivitas tinggi ini jumlahnya sangat sedikit.

Penangan limbah radioaktif aktivitas rendah, sedang maupun aktivitas tinggi pada umumnya mengikuti tiga prinsip, yaitu :
  • Memperkecil volumenya dengan cara evaporasi, insenerasi, kompaksi/ditekan.
  • Mengolah menjadi bentuk stabil (baik fisik maupun kimia) untuk memudahkan dalam transportasi dan penyimpanan.
  • menyimpan limbah yang telah diolah, di tempat yang terisolasi.
Pengolahan limbah cair dengan cara evaporasi/pemanasan untuk memperkecil volume, kemudian dipadatkan dengan semen (sementasi) atau dengan gelas masif (vitrifikasi) di dalam wadah yang kedap air, tahan banting, misalnya terbuat dari beton bertulang atau dari baja tahan karat.

Pengolahan limbah padat adalah dengan cara diperkecil volumenya melalui proses insenerasi/pembakaran, selanjutnya abunya disementasi. Sedangkan limbah yang tidak dapat dibakar diperkecil volumenya dengan kompaksi/penekanan dan dipadatkan di dalam drum/beton dengan semen. Sedangn limbah padat yang tidak dapat dibakar atau tidak dapat dikompaksi, harus dipotong-potong dan dimasukkan dalam beton kemudian dipadatkan dengan semen atau gelas masif.

Selanjutnya limbah radioaktif yang telah diolah disimpan secara sementara (10-50 tahun) di gudang penyimpanan limbah yang kedap air sebelum disimpan secara lestari. Tempat penyimpanan lembah lestari dipilih di tempat/lokasi khusus, dengan kondisi geologi yang stabil dan secara ekonomi tidak bermanfaat.

Mengapa banyak pihak pro dan kontra terhadap keberadaan PLTN ini? Di satu sisi biaya pembangunan dan operasional PLTN jauh lebih murah daripada instalasi energi alernatif lainnya seperti panel energi matahari, energi angin, maupun panas bumi, dengan kapasitas energi yang dihasilkan juga jauh lebih besar (kapasitas sampai ribuan Giga Watt). Oleh karena itu sangat menguntungkan untuk negara-negara industri maupun negara yang miskin sumber daya alam. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri sisi lainnya, apabila terjadi kebocoran maupun ledakan reaktor nuklir berakibat fatal dan masal.  Itulah PLTN
“ DIBUTUHKAN TAPI DITENTANG “

sumber : www.batan.go.id
              www.witriwahyu-chemie-uns.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © Arifin Nasution